Selasa, 26 September 2017

The Social Group


Kami senang sekali bisa launching pertemuan pertama Social Group oleh caRE & reACH pada bulan Agustus kemarin.Tepatnya pada tanggal 26 Agustus 2017, beberapa teman-teman di kota Medan telah bergandengan tangan bersama-sama mengadakan sebuah fellowship untuk anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak non berkebutuhan khusus. 

Inti dari tujuan mengapa kita menamainya Social Group adalah awal dari banyak berita yang berseliweran tentang bullying, terutama kasus bullying terakhir kepada anak berkebutuhan khusus yang sudah dewasa muda. Hal ini membuka mata hati beberapa orang di dalam caRE & reACH betapa pentingnya masyarakat luar untuk semakin mengenal dan berempati kepada anak-anak berkebutuhan khusus, dan pentingnya juga anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) untuk melakukan kegiatan bersama.

Selain dari hal tersebut di atas, perjuangan selama ini untuk mengadakan persekutuan (almost equivalent to Sunday School) untuk ABK, sepertinya sangat berkesinambungan dengan format Social Group yang sudah terbersit di hati kami. Maka diawali dengan diskusi sederhana dengan Ms.Ermawaty, seorang edukator yang memiliki passion terhadap pendidikan untuk ABK, maka pertemuan pertama Social Group diberi tema : "Ayuk Berpesta!" yang diambil dari Lukas 14:16-24. Lagipula, siapa yang tidak suka pesta? Dan pesta ini jauh lebih indah dari pesta manapun di dunia. Inilah undangan pesta perjamuan dari Tuhan Yesus sendiri.

Kami berdoa dan berharap bahwa melalui pertemuan-pertemuan Social Group ke depan, masyarakat (termasuk anak-anak) semakin terbuka dan mengenal siapa mereka yang memiliki kondisi yang berbeda dengan mereka. They just learn in a different way, communicate differently, and behave unlike what the society expects them to be. Dan tentunya, harapan paling utama adalah bahwa anak-anak berkebutuhan khusus memiliki kesempatan untuk mendengarkan Firman Tuhan yang dikemas dengan cara yang bisa diterima mereka, sehingga mereka bisa mengenal Yesus dalam hidup mereka. 

Orang tua yang mengantar anak-anak mereka, akan disediakan tempat dan persekutuan Support Group yang selama ini sudah berjalan dengan dukungan teman-teman di Medan maupun di Jakarta.


Big thanks to College of Allied Educators Jakarta who has inspired us with your Social Club.
Thanks to our family in Harvestrs and Clapham Collective for the support and help. Wouldn't have done it without you, Guys!
A big applause for the volunteers who not only donate food, time, and energy. But to their joy to serve the children and the parents. God be with us all! 

Book the seat for your children for Oct & Nov sessions!  Limited seats!


 

Selasa, 19 September 2017

"Homey"

#latepost (like super duper late post)

 Image result for nice home drawing

Ketika kami kembali ke tempat tinggal kami di Medan, setelah perjalanan pelayanan dan liburan selama 1 bulan penuh, ada sebuah perasaan yang campur aduk. Yang pasti ada perasaan "homey" yang menggelitik hati, meskipun rumah yang kami diami di Medan bukanlah rumah milik kami pribadi.

Perasaan "homey" itulah yang kemudian membuat setiap hati kita merasakan suatu kenyamanan. Dan saya yakin bahwa setiap dari kita juga memiliki rasa "homey" yang berbeda-beda. Ada yang mendapatkan suatu ketenangan ketika ia mulai menyalakan musik easy listening. Ada yang mendapatkan kenyamanan ketika mulai menyeruput hot chocolate. Ada yang mulai merasa "homey" ketika mencium aroma kesayangan yang khas di dalam ruangan tidurnya. Ada juga yang mendapatkan "energi"-nya kembali ketika ia selesai membaca sebuah buku. Berbagai cara seseorang mendapatkan rasa tersebut.

Hampir sama sebenarnya dengan anak-anak dengan ASD (Autism Spectrum Disorder), yang rigid dengan rutinitas mereka. Mereka merasa tenang ketika mereka melihat wajah yang sama, mencium wangi yang familiar, merasakan tekstur makanan yang sudah mereka kenal, dsbnya.

Jadi sebenarnya kita semua tidak begitu berbeda. Yang berbeda hanya tingkat intensitasnya saja. But....we do experience the same thing also as human, don't we?

Lagipula, hal-hal "homey" tersebut sering membawa kita kepada cara berpikir yang salah. Karena Firman Tuhan berkata bahwa dunia ini adalah tempat kita yang sementara, bukan tempat kita yang sebenarnya. 1 Petrus 2:11 berkata,"Saudara-saudaraku yang kekasih, aku menasihati kamu, supaya sebagai pendatang dan perantau, kamu menjauhkan diri dari keinginan-keinginan daging yang berjuang melawan jiwa." Sering sekali kita berjuang keras untuk merasa nyaman di dunia ini dan kita melupakan rumah kita yang sebenarnya, yang bukanlah di sini, tapi di atas sana dengan Dia, tempat tanpa kondisi kebutuhan khusus, tanpa sakit penyakit dan segala keadaan kita akan dipulihkan oleh-Nya.





Minggu, 18 September 2016

God's Calling in Children with Special Needs


It was such a wonderful day when almost 40 people in the city of Medan gather together with one heart : caring for the children with special needs. Thanks to all families, friends and colleagues for the support!

Last Saturday, 17 September 2016, working together with The Harvestrs, we finally had a chance to host a sharing and seminar with the title of  'God's Calling in Children with Special Needs', in Clapham Collective, Medan. The attendees were from a variety of churches, schools and other organizations.

We shared the basic knowledge about children with special needs. And we encouraged them to :
- Keep spreading the awareness about children with special needs
- Keep caring for them
- Keep teaching them
- Keep guiding them 
Because we know, God has a special purpose for parents, teachers, and caretakers of children with special needs. This is no accident. God knows everything, and He is allowing this to happen because He knows a bigger picture of our lives and our children's. 


We are so joyful that a lot of them were so enthusiastic. We should do this again in the future! There are great blessings upon us when we, as a body of Christ, work together, hand in hand, to serve the society and to love them selflessly. 


Love them
Pray for them
Put our hope upon Jesus alone, for He is our only strength and comfort


Sabtu, 21 Mei 2016

Seek Deep Within (Lihatlah Kedalaman Hatinya)

(Image from Google Images)
Sering sekali kita terjebak dalam apa yang terlihat dari luar. Memang sulit bagi kita, sebagai manusia untuk dapat melihat kedalaman hati seseorang. Itulah sebabnya mengapa Firman berkata dengan jelas bahwa,"Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi TUHAN melihat hati." (1 Samuel 16:7). Dan berulang kali kita pasti pernah terperangkap dalam kejadian-kejadian yang hampir mirip dengan kejadian berikut ini dengan anak kita.

Ia masih berada di dalam ruangan kelas. Saya menunggu di luar. Ketika salah seorang temannya keluar dengan berlari, ia berkata dengan cepat,"Masih di dalam, Auntie. Soalnya Miss masih nyuruh dia latihan ekstra." Dalam hati saya, dengan cepat saya segera menghakimi,"Pasti tadi pas sesi latihan, ia main-main sehingga selesai latihan pun ia masih harus mengambil waktu tambahan untuk latihan." 

Saya mengintip sedikit ke dalam ruangan dan melihat ia dengan kedua temannya sedang dilatih oleh Missnya. Beberapa waktu kemudian ia keluar. Dan dalam perjalanan pulang, saya bertanya kepadanya,"Tadi ada latihan tambahan ya dari Miss?"

"Iya. Soalnya kata Miss, kami bertiga masih kurang bagus."

"Oh...bukannya karena kamu main-main? Makanya dikasih latihan tambahan?" 

Dengan muka polos ia berkata,"Saya tidak main-main. Teman saya, yang duduk di dekat saya bermain. Ia terus-menerus mau berdiri. Saya tarik dia untuk duduk. Saya tidak mau dia bermain-main saat sesi latihan." Kemudian ia diam sejenak, seolah sedang merenungkan sesuatu. "Apa karena itu ya, makanya Miss pikir saya main-main?"

Saya cukup terpukul oleh jawabannya. Betapa cepatnya saya menghakimi dia akan sesuatu. Betapa tergesa-gesanya saya mencap dia dengan sesuatu yang negatif. Padahal ada sesuatu yang mendasari tingkah lakunya. 

"Ah nggak lah. Saya pikir pasti Miss cuma ingin supaya semua anak dapat bernyanyi dengan baik. Latihan tambahan kan bagus juga kan?" Dengan sebersit rasa bersalah saya mencoba mengatakan sesuatu yang baik dan menenangkannya. sambil berusaha memikirkan semua yang baik dan benar juga.

"Iya. Memang kita nyanyinya masih kurang bagus sih." 

Saya kembali merenungkan kejadian singkat tadi. Semua manusia memiliki maksud dan alasan yang mendasari semua perbuatan mereka. Kita tidak sampai pada titik untuk dapat melihat dengan jelas semua yang ada di dalam kedalaman hati mereka. It's ok. What is not ok is we frequently judge according to what we thought we knew, what is so seldom right. Sebagai manusia berdosa, pikiran kita, keinginan kita, tidaklah selalu benar, sering sekali salah dan kotor.

Dan hari ini kita belajar, untuk tidak dengan cepat menghakimi anak kita sendiri ketika mereka melakukan sesuatu. Ketika mereka berteriak dan menangis, kita terlalu cepat untuk membentak dan menyuruh mereka diam, padahal itu mungkin adalah salah satu cara mereka melepaskan kesedihan mereka. Ketika mereka menolak untuk menulis, kita terlalu cepat menuduh mereka malas, padahal mungkin mereka sudah terlalu lelah untuk melakukan segala sesuatu. Ketika mereka tidak mau tidur, ketika mereka bermain air di dalam kamar mandi dan menghabiskan semua sabun mandi, ketika mereka bermain tanah di halaman dan baju mereka kotor luar biasa, ketika mereka menumpahkan susu di meja makan, ketika mereka memecahkan gelas di dapur, ketika mereka....., ketika mereka....., ketika mereka...... You name it yourself. There were so many times we fail to see what lies beneath everything that they do. Just because we are too fast in judging them.

Belajarlah untuk melihat kedalaman hati mereka. Karena sebagai manusia, kita sama-sama adalah makhluk yang selalu memiliki kecenderungan keberdosaan. Dan jika kita menghakimi terlalu cepat, maka kita pun akan kehilangan kesempatan untuk masuk dalam proses pembelajaran yang indah dan proses dikuduskan oleh Allah.

Seek what is deep inside. For what seems right from the outside might not be true in the inside, but what seems wrong from the outside might not be totally a mistake from the inside. It's certainly a journey of learning process. But we will always have hope in Him who will strengthen us and gives us wisdom.

Rabu, 19 Agustus 2015

When No Experience is Needed

Membesarkan anak dengan kebutuhan khusus adalah perjuangan setiap hari yang harus dihadapi orang tua. Begitu banyak kesulitan dan tantangan yang ditemukan. Berikut ini adalah sebuah artikel yang ditulis oleh seorang hamba Tuhan yang juga adalah seorang penulis, yang memiliki seorang anak dengan kebutuhan khusus ganda ( buta, autisme, keterbatasan kognitif, dan kelainan fisik dalam bentuk kejang-kejang)

http://img03.deviantart.net/1eb4/i/2011/318/6/e/reaching_out____by_akemimiu-d4g8rre.jpg

WHEN NO EXPERIENCE IS NEEDED

“He had a seizure.” For two years I hadn’t heard that statement about my oldest son, and I didn’t want to hear it now on New Year’s Eve. The memories of three years of uncontrolled seizures rushed back: the heartache of watching him hurt; these additional complications to our lives on top of his other disabilities; the loss of control.


People hear and see things like that and begin to imagine what life must be like to raise a child with a disability: “His or her quality of life must be low, so low that nobody would want to live that life if given a choice” or “The marriage and rest of the family must be significantly and negatively impacted and that isn’t fair to the other family members” or “The family is always intruded upon and dependent on other people — educators, therapists, doctors, social workers, and insurance companies.”

And when these imagined fears enter reality for many people — when it is their unborn child who has the disability — those children die.


Even some “pro-life” states with laws protecting unborn babies include exceptions for children with severe fetal anomalies. New “cost effective” screening methods and technologies mean more children with disabilities like Down syndrome are being identified earlier in the womb — when abortion is considered “safer.”

That Better Knowledge


There are a number of ways the disability community and parent advocacy groups are combatting this murderous prejudice. But in all likelihood, you are not currently parenting a child with a disability or a member of one of those groups.


And you can still do something. People will say you don’t understand and have no right to “judge” what somebody else does. But God may have given you the privilege of saving a little life regardless of your experience or first-hand knowledge of disability.


You see, knowledge of disability is helpful, but it cannot change hearts to be tender toward a vulnerable baby. Experience with disability also doesn’t always lead to appreciation for the value of that little one’s life. Dr. Emily France and her colleagues considered the issue of parental experience and concluded, “The nature of a parent’s experiential knowledge did not predict whether they continued with or terminated their pregnancy (of a child with a fetal abnormality)” (Health Expectations, 2011, Volume 15, Issue 2, 139).


Christian, what you have is better than knowledge or experience: You have Jesus Christ. When you hear the hard news that disability has entered a family, don’t begin looking around for somebody else to enter their pain. Let your first response be to God, “Here am I, send me!”

The Confidence You Need


Now you might be thinking, “But I don’t know what to say.” Maybe that’s what they need. Remember one thing Job’s friends got right. “They sat with him on the ground seven days and seven nights, and no one spoke a word to him, for they saw that his suffering was very great” (Job 2:13).

More importantly, Jesus has promised you:

But the Helper, the Holy Spirit, whom the Father will send in my name, he will teach you all things and bring to your remembrance all that I have said to you. Peace I leave with you; my peace I give to you. Not as the world gives do I give to you. Let not your hearts be troubled, neither let them be afraid. (John 14:26–27)

Raising a child with severe disabilities is no picnic in this culture that prizes ease, beauty, and wealth above character, persistence, and conviction. But our family joins with other Christian families experiencing disability to say that God is faithful even in the midst of the greatest pain and suffering. My son, and every child who comes, regardless of his or her physical or cognitive abilities, is valuable because God made them.


So when the news comes to a friend, a family member, maybe even your own child, remember the God who made you alive when you were dead in your sins. Remember him who calls us to do hard things out of love and who promises to be with us every step of the way. Ask him to help you. Then pursue the mother and the father in love and hope, for the sake of the baby, for their faith, for God’s glory, and for your good.

(John Knight)

Rabu, 15 Juli 2015

Newsletter Yayasan 001/II/2015

Puji Tuhan, berikut ini adalah newsletter pertama dari Yayasan Edukasi dan Sosial 21, yayasan di mana caRE & reACH Ministry bernaung.



Bagi yang ingin dikirimkan copy dari newsletter ini, mohon mengirimkan alamat email kepada kami di careandreach@hotmail.com atau di yayasanedukasidansosial21@gmail.com.

Tuhan memberkati!

Kamis, 02 April 2015

Like Stars on Earth


Ya, ya, ini adalah film India, dengan setting dan gaya khas film Bollywood pada umumnya, dengan banyaknya tarian dan nyanyian :) 

No, no, ini bukan film India biasa-biasa! Ini adalah sebuah film yang benar menguak kehidupan nyata dan pergumulan sehari-hari seorang anak berkebutuhan khusus, Ishaan, yang mengalami kesulitan di dalam membaca, berhitung, gerakan motorik, dan yang lainnya. Sebutlah ia adalah seorang anak dengan dyslexia

Pergumulannya sudah dimulai dari awal ia masuk sekolah. Bagaimana orang tuanya begitu menderita karena 'kenakalan-kenakalan' yang diperbuatnya, bagaimana guru-gurunya di sekolah mencap Ishaan sebagai anak bandel yang selalu melawan, bagaimana teman-temannya menolak bermain dengannya.

Film ini sangat jujur, menceritakan secara blak-blakan bagaimana Ishaan ditolak dari sekolah, ditolak di dalam pertemanan, sampai pada akhirnya ia ditolak oleh keluarga dan dikirim ke sekolah yang jauh dan tinggal di dalam asrama.

Sampai pada titik terendahnya, di mana Ishaan sudah berjalan seperti manusia tanpa jiwa, yang hanya berjalan, tanpa memiliki keinginan untuk melakukan apapun juga, datanglah seorang guru seni yang akhirnya (!!!) mengerti keadaannya. Guru ini pernah mengalami apa yang dialaminya, dan pernah mengabdikan hidupnya untuk mengajar anak-anak yang berkebutuhan khusus. Melalui bimbingan intensif, kasih dan tuntunan guru ini, akhirnya semuanya berakhir dengan baik. Ishaan berhasil di dalam pendidikannya, seluruh keluarganya mengerti keadaannya, dan guru-guru dan teman-temannya melihat kelebihan Ishaan dan menerimanya.

Everything ends well. And they live happily ever after... :D
Diiringi dengan tawa dan tangisan, akhirnya semuanya berakhir dengan baik.

Tapi ini bukanlah yang terjadi sehari-hari di dalam kehidupan anak-anak berkebutuhan khusus pada umumnya, bukan? Banyak anak-anak yang sampai dewasa pun tidak pernah menerima bimbingan dan penerimaan dari keluarga, teman dan semua orang di sekitarnya. Banyak orang tua, pengajar maupun pengasuh yang selalu menderita di dalam mendidik dan berkomunikasi dengan anak-anak berkebutuhan khusus. Banyak masyarakat yang selalu mencibir dan menjauhi mereka. Dan akhir dari cerita hidup mereka tidak selalu berakhir dengan "and they live happily ever after". Kebanyakan dari mereka akan berlanjut dengan "and they don't know how to continue living anymore".

Oleh sebab itu, saya mengajak semua kalangan, semua kalangan, untuk menyisihkan waktu untuk menonton film ini. It is educating, it is entertaining and it is heart-opening.


Every child is special. Indeed they are....